Setelah Aceh di
duduki oleh pasukan kompeni Belanda tahun 1874, setelah membenah negeri yang
kemudian di sebut masyarakat Aceh sebagai Kutaraja (namun, Belanda lebih suka
menyebut nya "Kota Raja" yang jauh menyimpang dari makna Kutaraja
yang sebenarnya. Ini barangkali yang berbau kolonial yang perlu dikembalikan
kepada makna Kutaraja yang sebenarnya-Pen).
Tahun 1881 sebuah
bangunan yang ketika itu disebut istana, siap di bangun di atas bangunan
istana Sultan Aceh yang di sebut Dalam. Di atas pertapakan bangunan Dalam itu
dibangun sebuah rumah dinas resmi bergengsi yang setelah kemerdekaan Indonesia
tahun 1945 disebut Pendopo Gubernuran dan sekarang ini disebut Meuligoe (Mahligai), tempat resmi siapapun
yang menjabat sebagi Gubernur Aceh.
Bangunan ini bahan
bakunya melulu dari kayu yang di pesan khusus dari Kalimantan (kayu besi).
Petinggi Belanda pertama yang menghuni tahun 1881 adalah Gubernur Militer dan
Civil, Letnan Jenderal K. Van der Heijden
yang oleh orang Aceh di sebut "Jenderal Bermata Sebelah" karena
ketika memimpin pertempuran di Samalanga, sebelah matanya cedera ditembus
peluru lasykar Aceh.
Dari berbagai
sumber di katakan semenjak siap huni tahun 1881 ada 22 petinggi Belanda yang
menempati bangunan tersebut, dan dalam masa pendudukan Jepang (1942-1945),
hanya satu petinggi Dai Nippon sempat menempati "istana" tersebut yaitu Jenderal Mayor Syozabaru Iino.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar